Funiculi Funicula: Before The Coffe Gets Cold
“At the end of the day, whether one returns to the past or travels to the future, the present doesn't change.”
Pertama kali melihat novel ini di barisan novel populer, satu hal yang langsung memanggil adalah covernya yang menarik. Perspektif gambar dalam cover tidak biasa dan seolah dipotret dari sudut kiri atas. Belum lagi art-style-nya yang "selera saya banget".
Sebelumnya buku dalam versi Bahasa Inggris-nya sudah menarik minat saya, namun art-style covernya jelas adalah alasan kenapa akhirnya memilih membaca versi Indonesianya dulu.
Seperti biasa, saya tidak akan menceritakan ringkasan novel ini, karena saya berharap pembaca blog ini menikmati setiap detik, kata, lembar tanpa ekspektasi. Saya cuma mau bilang, buku ini layak sekali dibaca!
*
Sebagai pembuka "Funiculi Funicula Series", Before The Coffe Gets Cold sukses membawa saya untuk jatuh cinta pada sosok-sosok 'penunggu' Café. Kisah para pengunjung yang saya temui melalui setiap lembar kisah yang digambarkan dengan sangat detail dan elok oleh Toshikazu Kawaguchi.
Ada aneka kedekatan yang bisa dibangun dengan para karakter yang ditawarkan di sana. Fumiko yang kritis adalah saya, demikian juga sisi tidak mau "melekatkan diri" Kazu, observant-nya Kotake, hingga "tahu cara hidup bahagia"-nya Kei adalah kepingan-kepingan karakter saya. Tapi saya justru menangis paling keras di chapter "Kakak-Adik" yang menceritakan kisah Hirai. Hirai adalah sosok yang paling sulit relevan dengan saya, tapi kisahnya justru membuat saya membaca sambil bersedu-sedu.
**
Dibangun dengan pace yang bisa dibilang sangat lambat, sangat detail, seolah pengarang ingin kita benar-benar masuk ke dalam Café, menghirup udaranya, dan berkenalan dengan pantas pada setiap karakter. Kisah Fumiko membuat saya "si penggemar novel crime-detective" kepayahan bersabar dengan alurnya. Tapi detik ketika Fumiko melompat ke masa lalu dan "menemukan apa yang ia cari" membuat saya tetap membaca lembar demi lembar selanjutnya.
Keteguhan itu tentu berbuah manis. Chapter "Suami-Istri" membalik semua keadaan. Kisah Fusagi dan Kotake, bunyi surat, dan kesadaran Kotake membuat air mata saya pertama kalinya tanpa sadar berlinang. Call me crying baby... well I am! Dan selanjutnya hingga lembar terakhir, setiap kisah membuat sedu-sedan semakin intens.
**
Jadi apa yang didapat dari 223 halaman yang tersaji dari kisah sebuah Café dengan legenda urban-nya?
BANYAK!
Seperti membaca buku self-improvement tapi melalui perantara sosok fiktif, kisah-kisah hidup setiap karakter mengajarkan kita tentang:
- carpe diem (seize the day);
- menghayati setiap detik bersama orang-orang yang berarti dalam hidup kita;
- bahwa tidak semua hal yang kita asumsikan benar-memang demikian adanya;
- masa lalu dan masa depan sama berartinya dan setiap detiknya sama berharga;
- setiap orang pernah terluka, tapi apakah mau sembuh atau tidak, semua kembali kepada upaya dan kemauan kita;
- dan yang paling penting... hal paling dianggap mudah, tapi selalu dilupakan, KOMUNIKASI. Dalam hidup banyak kata yang tidak penting kita ucapkan, dan banyak kata yang sebenarnya penting tapi dipilih untuk dipendam. Apakah kita perlu "merepotkan" Kazu dan hantu wanita berbaju putih untuk menyadari kesalahan komunikasi kita?
****
Setiap kata, setiap halaman, setiap kisah dalam buku ini dibuat sangat membumi, sambil perlahan menyentuh hati, membangun kedekatan dengan pembaca, setiap kisah membuat hati terasa hangat dan belajar hal-hal simpel yang kelihatan sepele, tapi sulit dilakukan. Persis baca buku self-improvement banget dampaknya!
Anda penggemar quotes pasti suka! Karena kata-kata indah dengan bahasa sederhana berceceran di mana-mana. Saya harus berdamai dengan stabilo dan book-marker, kalau tidak 1/4 buku akan berakhir ditandai.
Oh ya! Buku versi Inggrisnya juga sangat mudah dipahami untuk kemampuan English seadanya, seperti saya. Beberapa quotes lebih terasa kuat ditampilkan dalam Bahasa Inggris, namun versi Bahasa Indonesia (Cetakan 8, 2023) yang saya baca, juga dialihbahasakan dengan sangat baik dan indah.
*****
Mengingat semua kesederhanaan yang ditawarkan dalam novel ini, maka saya rasa usia 13+ sudah bisa membaca buku ini disertai dengan pendampingan. Pendampingan orang dewasa diperlukan untuk memberikan penjelasan-penjelasan mengenai beberapa hal terkait penyakit demensia dan dampaknya; hal supranatural yang menjadi bumbu penting dalam novel ini; dan hubungan relasi dewasa terkait komitmen dan pernikahan.
“But Kazu still goes on believing that, no matter what difficulties people face, they will always have the strength to overcome them. It just takes heart. And if the chair can change someone’s heart, it clearly has its purpose.”
-------------
PS: Oh ya, I will definitely read the next series: "Funiculi Funicula Tales from The Cafe" (Funiculi Funicula 2: Kisah-kisah yang Baru Terungkap)
Komentar
Posting Komentar