American Sniper (Film)
"There are three types of people in this world: sheep, wolves, and sheepdogs. Some people prefer to believe that evil doesn't exist in the world, and if it ever darkened their doorstep, they wouldn't know how to protect themselves. Those are the sheep.Then you've got predators who use violence to prey on the weak. They're the wolves.And then there are those blessed with the gift of aggression, an overpowering need to protect the flock. These men are the rare breed who live to confront the wolf. They are the sheepdog."
Sejak dengar film ini masuk nominasi Oscar dan konon berbasis kisah nyata, saya langsung tertarik nonton.
So, here we are...
Lupa bernafas setiap kali si Chris Kyle berangkat perang. Dan baru krmbali bisa bernafas tenang setelah ia pulang dari tugas.
Saya bukan penyuka film penuh darah, terkecuali yang pemerannya memang saya saya sangat suka.
Dan tidak menduga bahwa film ini bersimbah darah juga.
But again, Bradley Cooper tidak pernah mengecewakan.
Saya bukan penyuka film penuh darah, terkecuali yang pemerannya memang saya saya sangat suka.
Dan tidak menduga bahwa film ini bersimbah darah juga.
But again, Bradley Cooper tidak pernah mengecewakan.
Saya tidak akan bercerita detail tentang filmnya, karena saya rekomendasikan Anda untuk menonton sendiri dan melihat sendiri bagaimana kualitas film yang diakui oleh Oscar. Saya lebih suka menyoroti bagaimana film ini menggambarkan keelokan patriotisme dan kehidupan para veteran yang menderita PTSD sepulang dari rentetan tugas perang.
Film dibuka dengan kengerian yang luar biasa (buat saya), ketika dalam tugas pertamanya saja, Chris Kyle sudah harus membunuh sepasang ibu dan anak (aaaannnaaakkk!!!) yang berniat membom bardir pasukan Amerika. Darah berhamburan... Dan bayangkan kalau kita harus menjadi sang sniper.
Chris Kyle digambarkan sebagai patriotik luar biasa yang selalu memikirkan nasib para tentara lain di medan perang tanpa perlindungannya. Begitu hebatnya tembakannya sehingga ia disebut sebagai "The Lagend" yang tercatat telah berhasil menembak dan membunuh 255 orang (160 di antaranya diakui oleh Departemen Pertahanan AS) dengan kemampuan snipernya.
Chris harus bertarung dengan jiwanya sendiri ketika sedikit demi sedikit perang mulai menghantui kehidupannya. Ia mengalami trauma parah yang membuatnya kerap paranoid. Namun dengan dukungan keluarga dan sesama veteran, ia menerima dan berbaikan dengan keadaannya. Hingga akhirnya ia mengabdikan dirinya untuk membantu veteran lain yang menderita PTSD untuk sembuh dengan latihan menembak.
Chris Kyle yang berhasil melalui 4 tur perangnya ke Irak dengan berbagai penghargaan, bertahan dan sembuh dari PTSD, ironisnya justru meninggal dunia dibunuh oleh veteran lain yang sedang berusaha ia bantu.
Saya mengagumi bagaimana cara sutradara menggambarkan perang batinnya ketika harus menembak target sulit (bukan secara teknis, tapi lebih secara psikologis). Misalnya, menembak tentara anak. Kegalauannya setiap kali harus berangkat perang meninggalkan istri dan anaknya. Kepedihannya ketika bisa hidup normal sementara televisi selalu mengabarkan setiap hari korban tentara Amerika di Irak terus berjatuhan. Kepedihan dan dendam ketika sahabat-sahabatnya satu per satu meninggal di sisinya.
Tapi sebagai muslim, saya juga tidak bisa tidak sedih melihat bagaimana sutradara menggambarkan aneka atribut Islam di sisi para teroris. Adzan berkumandang ketika perang, hingga sajadah di sisi mayat Mustafa, penembak jitu lawan, yang berhasil ditembak dari jarak 1920 meter oleh Chris. Dan akhirnya dengan kecewa saya harus mengatakan bahwa film ini is another US stereotype about moslem.
Tapi terlepas dari itu, saya mengakui kenapa film ini mendapat anugrah 'Best Sound Editing' dari Oscar. Setiap tembakan laras panjang yang diarahkan Chris, setiap dentuman senjata, hingga derai badai pasir membuat penonton seolah berada di tengah lokasi perang.
So, it's a good movie... with a note.
http://www.impawards.com |
Komentar
Posting Komentar