Fairytales: It's not only about black and white


I love fairytale... maybe since I was a kid. Every fairytale have a big idea, moral stories, and sometimes open our eyes, that contra with the fairy it self... there's no happy ending without ending. That's why I loves Disney, I love H.C Andersen, and almost all the unknown fairytale writer. 

Sekalipun kadang-kadang ingin sekali mengkritisi cara dongeng mendeskriditkan kaum wanita, atau kaum-kaum minoritas lainnya. Namun saya sadar bahwa ketergila-gilaan saya pada dongeng lah yang menyebabkan saya lebih "melek realitas." Tidak percaya?!

Saya selalu percaya bahwa setiap dongeng dengan sengaja menciptakan tokoh antagonis yang bukan hanya jahat, buruk rupa (kalaupun cantik, tetap saja digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan), hitam (baik dalam makna literal dan sebaliknya), makes miserable (especially at the end), tidak punya teman (bila punya pun, ada muatan kepentingan di sana), serta pastinya sangat self-center dan egosentris. Tujuannya apa? Agar anak-anak belajar untuk memahami hitam dan putih secara gamblang.

Eit, jangan marah wahai para pemikir liberal yang edukatif... kita harus sadar, manusia memulai dunianya memang hanya dengan nuansa hitam dan putih. Setelah mengenal kedua warna dasar itu dengan baik, barulah kita belajar untuk mengenal abu-abu, dan aneka warna dasar yang lain. Manusia dewasa dengan proses, proses memahami itu.

Lihat sosok Evil Queen (yang kata salah satu teman saya di twit nya, Evil Queen dalam versi apapun selalu dibuat sangat jahat). Siapa lagi, Cruella DeVil, Ursula, Jafar, Voldemort (saya masih yakin bahwa suatu Harry Potter juga akan ditetapkan sebagai dongeng sepanjang masa), Kapten Hook, dan yang akan selalu dikenang sebagai the best villain ever, Rumpelstitskin. Semuanya punya segala komponen yang saya sebutkan di atas. And the worst part is... they never knew what love really is... they are lonely.

But then, we learned a lot from them... we don't wan't to be them. Saya sadar saya tidak ingin end-up menjadi manusia seperti mereka, karena dongeng mengajarkan bahwa kebaikan selalu menang dalam banyak cara.

Kita selamanya akan tidak paham bagaimana takdir hidup bisa berubah dengan mempercayai seorang peri bertubuh lebih kecil dari burung akan masa depan kita. Bagaimana sebuah kecupan bisa menghidupkan seseorang dari kematian... karenanya, ketika dewasa kita membutuhkan realitas.

Atas alasan yang sama orang dewasa membutuhkan bukan lagi "Snow White and the Seven Dwarfs", tetapi lebih membuat "Mirror-mirror" dan "Snow White and The Huntsman" masuk dalam box office, film terlaris di dunia. 

I love fairytale... how about you?

For the same reasons, saya akan merekomendasikan satu serial TV yang sesuai (dan hanya akan sesuai bagi) orang dewasa dengan pemikirannya yang sudah jauh lebih maju di blog saya yang selanjutnya.


    

Komentar

Postingan Populer